Makalah Sifat dan Kepribadian Pendidik Hadits Tarbawi
MAKALAH
SIFAT
DAN KEPRIBADIAN PENDIDIK
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits II (Tarbawy)
Dosen
Pengampu : Ana Rahmawati, Lc.
M. Hum..
Disusun Oleh
Kelompok
4
:
Ahmad Fadholi (161310003552)
Hanny Rokhmah (161310003563)
Khosi’atu Zakiyati (161310003734)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
TAHUN
AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
hidayahnya kepada kita semua, sehingga kita dapat membedakan antara perkara haq
dan bathil. Sholawat
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits II
(Tarbawy). Terima kasih
kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan.
Jepara, 19 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi
iii
BAB I.
Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II. Sifat dan
Kepribadian Pendidik 2
A. Pengertian Pendidik dan Kedudukannya 2
B. Sifat Kepribadian yang Harus dimiliki Seorang Pendidik 3
BAB III. Penutup 8
A. Simpulan 8
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian yang
positif. Bagaimanapun alasannya seorang pendidik harus memiliki sifat kelebihan
dari anak didiknya. Karena dia bertugas mendidik dan mengajar anak-anak didik,
serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan yang dicita-citakan yakni
memiliki kepribadian yang taqwa kepada Allah SWT. Sulit rasanya seorang pendidik
mampu membawa anak didiknya menuju keberhasilan tujuan pendidikan tersebut,
jika seorang guru atau seorang pendidik tidak terlebih dahulu memiliki
sifat-sifat kepribadian tersebut. Seorang guru di samping keberadaanya sebagai
figur contoh dihadapan anak didik, dia juga harus mampu mewarnai dan mengubah
kondisi anak didik dari kondisi yang negatif menjadi yang positif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah antara lain:
1.
Apa pengertian pendidik dan bagaimana kedudukan seorang
pendidik ?
2.
Sifat kepribadian apa saja yang harus dimiliiki seorang
pendidik ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian pendidik dan kedudukan
seorang pendidik.
2.
Untuk mengetahui sifat kepribadian yang harus dimiliki
seorang pendidik.
BAB II
SIFAT
DAN KEPRIBADIAN PENDIDIK
A. Pengertian Pendidik dan
Kedudukannya
Secara umum, pendidik adalah
orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusus,
pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seuruh
potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.[1]
Berdasarkan pengertian di atas,
dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang
yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiannya (baik sebagai khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada
orang yang bertugas di sekolah saja, tetapi semua orang yang terlibat dalam
pendidikan anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal
dunia.
Kedudukan seorang pendidik atau
guru terhadap anak didik bagaikan orang tua terhadap anak-anaknya. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah:
عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ
الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُم
Artinya:
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku terhadap kamu menduduki sebagai orang tua
aku mengajarkanmu”.
Dari hadits di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa
kedudukan seorang guru atau pendidik adalah seperti orang tua yang baik
terhadap anak-anaknya, karena hakikat orang tua adalah pendidik atau guru utama
dan pertama. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab
itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri.
B. Sifat
Kepribadian yang Harus dimiliki Seorang Pendidik
Banyak sifat kepribadian yang harus dimiliki seorang
pendidik, namun dalam penulisan ini hanya ada beberapa yang harus dimiliki,
yaitu:
1. Penyampai Ilmu
مَنْ
سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ
بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدْ وَ
التِّرْمِذِيْ))
Artinya: “Barang siapa yang ditanya sesuatu ilmu kemudian
ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat dikendalikan dengan tali
kendali dari api neraka”. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi).
Dari arti hadits di atas, diantara sifat guru yang baik
adalah menyebarluaskan ilmu baik pengajaran, pembelajaran, menulis buku,
internet, dan lain-lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi oleh semua umat manusia
secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat pancaran
sinarnya ilmu. Menyampaikan ilmu adalah wajib dan menyimpannya merupakan
perbuatan dosa. Tugas guru adalah penyampai ilmu, penyampai ayat, dan penyampai
hadis. Orang yang menyimpan ilmu ancamannya besar sebagaimana disebutkan hadits
di atas adalah neraka.
Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan, pemurah,
dan tidak pelit dalam ilmu agama baik siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang
diajarkan dan diberikan kepada orang lain justru manfaatnya akan lebih banyak,
dan ilmu itu malah bertambah dan tidak akan habis.
2.
Adil
Secara
bahasa adil mempunyai arti meletakkan sesuatu pada tempatnya, kepada yang
benar. Kemudian secara istilah, pengertian dari perilaku terpuji adil yaitu
menetakpkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk
dipecahkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Dengan
demikian perbuatan adil adalah suatu tindakan yang berdasar kepada kebenaran,
bukan mengikuti kehendak hawa nafsu pribadi.
Dari Nu’man Bin Basyir r.a. bahwa ayahnya datang
membawanya kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Sesungguhnya saya telah
memberikan seorang budak (pembantu) kepada anakku ini”. Maka Rasulullah SAW
bertanya: “Apakah semua anakmu kamu beri budak seperti ini?” Ayah menjawab:
“Tidak”. Rasulullah SAW lantas bersabda: Tariklah kembali pemberianmu itu.”
(HR. Muttafaq Alayh).[2]
Diterangkan juga dalam hadits dari Nu’man bin Basyir, ia
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berlaku adillah kamu diantara
anak-anakmu! Berlaku adillah kamu diantara anak-anakmu!” (HR. An-Nasa’i dan
Baihaqi).[3]
Dalam hadits di atas dengan tegas Rasulullah
memerintahkan kepada para sahabat (umatnya) agar berlaku adil diantara
anak-anaknya. Dalam konteks pendidikan,
peserta didik adalah anak si pendidik. Dengan demikian pendidik wajib berlaku
adil dalam berbagai hal terhadap peserta didiknya.
Muhammad
Athiyah Al Abrasi menegaskan agar pendidik harus memiliki sifat keadilan,
kesucian, dan kesempurnaan. Keadilan pendidik terhadap peserta didik mencakup
dalm berbagai hal, seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan
kebutuhan, bimbingan, pengajaran, dan pemberian nilai. Apabila sifat ini tidak
dimiliki oleh seorang pendidik, maka, ia tidak akan disenangi oleh peserta
didiknya, dan apabila terjadi proses pembelajaran maka tidak akan mendapatkan
hasil yang optimal.
Demikian
pula keadilan seorang guru terhadap peserta didik selalu dituntut sebagaimana
keadilan orang tua terhadap anak-anaknya. Semua harus dilayani dengan sikap
yang sama. Tidak ada bedanya antara anaknya orang kaya dan orang yang tidak
kaya ataupun yang lainnya. Keadilan seorang guru dalam kelas akan menumbuhkan
suasana kondusif terhadap pendidikan mereka.
3.
Tawadhu’
Tawadhu’ artinya sifat rendah hati, tidak takabur/sombong atau
angkuh atas kelebihan yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Guru atau para
calon guru agar bersikap tawadhu’ atau rendah hati dalam ilmu, terutama ketika
tidak mengetahui ilmu. Sifat tawadhu’ adalah posisi pertengahan antara
kesombongan (takabur) dan rendah hati (mudzillah). Seorang berilmu tidak boleh
sombong dengan ilmunya kerena ilmu pemberian Tuhan
dan tidak boleh merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu dan pemilik ilmu.
Dari Masruq berkata: Kami masuk ke rumah
Abdullah bin Mas’ud r.a. kemudian ia berkata: “Wahai sekalian manusia, barang
siapa yang mengetahui sesuatu maka hendaklah ia mengatakan apa yang
diketahuinya, dan barang siapa yang tidak mengetahuinya maka hendaklah ia
mengatakan “Allah lebih mengetahui “, karena sesungguhnya termasuk ilmu bila
seorang mengatakan “Allah lebih mengetahui”, terhadap sesuatu yang ia tidak
diketahuinya. (HR. Bukhari) dan firman Allah kepada Nabi-Nya: katakanlah (hai
Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku, dan
bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. (QS. Shaad 38:86).[4]
Kewajiban seorang yang memiliki ilmu yaitu
menyampaikan ilmu atau menyebarkan ilmu dan tidak boleh menyembunyikan ilmu
terutama ketika menghadapi pertanyaan atau jawaban yang bersifat wajib dijawab.
Dan sifat rendah hati atau tidak sombong mengatakan sesuatu yang
tidak diketahui. Bagi orang yang tidak ada ilmunya lebih baik diam.
Menurut Syekh Al-islam dalam al-fatawa al-hamawiyah yang dikutip
oleh al-asqalani menjelaskan, bahwa rusaknya dunia dan agama karena empat perkara:
1.
Hanya
setengah memahami ilmu kalam. Orang yang pengetahuan ilmu kalamnya hanya
setengah akan merusak agama dan akidah, karena ilmu kalam yang setengah
itutidak akan sampai pada tujuan tapi akan menipu dirinya dan umat.
2.
Setengah
memahami hukum islam atau fiqih. Orang kedua ini akan menghancurkan Negara,
karena keputusan dipengadilan akan kacau dan merusak keadilan.
3.
Setengah memahami bahasa. Orang ini akan
merusak bahasa, karena ia mengira bahasanya sudah benar dan mengira sudah
sesuai dengan kaidah bahasa, tetapi menyesatkan bagi pembacanya.
4.
Setengah
memahami ilmu kedokteran. Berbahaya bagi pasien yang berobat karena akan
terjadi kesalahan dalam resep pengobatan.
Perintah
tawadhu’ kepada semua orang bukan hanya murid terhadap guru tetapi guru
terhadap muridnya pun sama.hanya disini kerena tema pembahasan kode etik guru
atau pendidik, pembahasannya lebih cenderung kepada guru.
Abdullah
Nasih mengatakan bahwa hendaknya seorang murid tawadhu’ terhadap gurunya,
bagaikan pasien terhadap dokter ahli.alangkan indahnya guru dan murid sama-sama
tawadhu’ saling menghargai dan mencintai satu sama lain karena Allah SWT.
4.
Toleran dan
Bijaksana
Demikian sikap seorang pendidik yang
diberikan Rasulullah pada saat menghadapi kesalahan atau pelanggaran yang
dilakukan oleh anak didiknya. Sikap
lemah lembut, toleran dan bijaksana akan dapat menyelesaikan masalah. Kesalahan
dan pelanggaran tidak harus dihadapi dengan kekejaman namun jika masalah itu
dibesarkan maka hanya akan menimbulkan masalah baru dan
merusak keberhasilan dalam pendidikan.
Dengan sikap lapang dada dan jauh dari
kedengkian akan mewujudkan keseimbangan jiwa bagi manusia dan akan
membiasakannya untuk selalu cinta kepada kebaikan. Ia juga akan memberikan jalan kebaikan pada manusia untuk sampai
kepada puncaknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Seorang
pendidik adalah orang yang dapat medidik yang dididik sesuai dengan tanggung
jawabnya. Karena kedudukan pendidik seperti halnya dengan orang tua mereka
sendiri yang tak jauh dari mereka walaupun tidak ada sambungan tali darah.
Sifat dari pendidik yang salah satunya pembimbing yang dididik, harus meemiliki
kepribadian yang baik untuk dapat dijadikan sebuah contoh, seperti halnya
memiliki ilmu yang dapat disampaikan, adil dalam mendidik, sabar, penyayang,
tawadhu’ dan bijaksana dalam mendidiknya.
B. Saran
Kami selaku penulis telah melakukan
pengamatan, mencari, dan
membaca beberapa buku sebagai referensi kami dalam penulisan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyarankan pembaca untuk membaca sumber referensi lain
yang berkaitan dengan sifat dan
kepribadian pendidik.
DAFTAR
PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2014. Hadis
Tarbawi. Jakarta: Kencana.
Umar, Bukhari. 2015. Hadis Tarbawi
Pendidikan dalam Prespektif Hadis. Jakarta: Amzah.
Komentar
Posting Komentar